Minggu, 04 September 2011

Inilah Upacara Adat Paling Mahal Di Indonesia




Rombongan keluarga besar dan jenazah memasuki rante di Tongkonan Tombang, Tosapan, Kecamatan Makale, tempat terakhir almarhumah disemayamkan. Jarak yang ditempuh sekitar tiga kilometer.

Jenazah dibawa ke lakkean, tempat khusus selama upacara berlangsung, dan foto almarhumah dengan berbagai dekorasi hitam dan merah.

Babi pun diboyong ke rante untuk dipotong dan dibagi-bagikan.

Adu kerbau ikut mewarnai rangkaian upacara. Orang sering bertaruh uang dalam atraksi adu kerbau ini. Kerbau Belang ( Tedong Bonga) yang harganya paling murah 150 juta rupiah turut disembelih


Kerbau yang disembelih dengan cara berdiri

Daging yang dilemparkan ke berbagai arah penjuru angin, menandakan penghormatan ke seluruh wilayah tongkonan.



Ma'badong, tarian khas dalam upacara rambu solok, membuat penarinya terhanyut dalam suasana ritual

Bagaimana pun, rambu solok telah menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat, bahkan tidak jarang melahirkan sikap pro dan kontra. Pada satu sisi budaya ini dianggap positif. Bukan hanya dalam rangka melestarikan adat istiadat dan tradisi, tapi juga berdampak pada kehidupan keseharian masyarakat, terutama dengan kebersamaan dan kerjasama warga.

Belum lagi jika dikaitkan dengan pengembangan sektor pariwisata, karena tradisi ini dianggap sebagai salah satu sektor unggulan dan sangat potensial mendatangkan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Di sisi lain, kritik terhadap pelaksanaan pesta ini juga mulai berkembang. Penggunaan dana yang terkadang mencapai angka puluhan miliar dinilai oleh sebagian kalangan telah di ambang batas kewajaran, dan menciptakan budaya boros bagi masyarakat. Untuk sebagian warga, biaya pelaksanaan pesta rambu solok akan terasa sangat besar dan menjadi beban bagi mereka.

Meski demikian, mereka tetap harus melaksanakannya, dalam rangka menjaga gengsi dan popularitas. Belum lagi kewajiban untuk membayar utang bagi mereka yang telah membantunya saat pelaksanaan pesta.

Pro-kontra terhadap pelaksanaan ritual ini tentunya harus bisa disikapi secara bijak. Sebagai sebuah tradisi yang telah menjadi aset daerah tentunya kita tidak ingin budaya ini hilang. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari segenap elemen dan pelaku pembangunan untuk menemukan formula efektif dan menguntungkan.

Di tingkat masyarakat perlu terbangun kesadaran bahwa pelaksanaan pesta yang berlebihan akan lebih banyak berimplikasi negatif dibandingkan positifnya.


sumber : http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=185077

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post