Rabu, 06 Juli 2011

Pejabat Yogyakarta Bermain dalam Ketoprak Kolosal

 Lebih dari seratus orang akan mementaskan ketoprak kolosal bertema "Bumi Perdikan" di Taman Budaya Yogyakarta pada Minggu, 5 Juni 2011, mendatang. Para pemainnya tak hanya berasal dari seniman profesional, sebagian di antaranya merupakan pejabat pemerintahan, dari wali kota, wakil bupati, kejaksaan hingga petinggi kepolisian, dan militer di Yogyakarta.Pimpinan produksi ketoprak kolosal ini, Sutaryo, mengatakan pementasan ini merupakan media komunikasi budaya bagi seluruh masyarakat Yogyakarta. Para pemain tak harus orang asli Yogyakarta, tapi bisa juga warga pendatang yang menetap di sana. "Mereka meninggalkan baju identitas mereka dan menyandang satu identitas, warga Yogyakarta," kata dia pada Kamis, 19 Mei 2011.Naskah "Bumi Perdikan" ditulis oleh Nano Asmorodono, yang juga menjadi sutradara pementasan. Dia akan dibantu tim artistik yang dipimpin oleh Ong Harry Wahyu. Para penata musiknya adalah Hadi OT, Warsono Kliwir, Benyek, dan Encik. Mereka berasal dari Komunitas Panca Mahardhika.Sejumlah pejabat pemerintahan yang akan terlibat dalam pementasan itu adalah Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto dan Wakil Bupati Sleman Yuni Satya Rahayu. "Mereka sudah memastikan akan terlibat dalam pementasan," kata Nano.Menurut Nano, untuk mempersiapkan pementasan ini setidaknya telah digelar sebanyak 10 kali latihan sejak awal Mei ini. Salah satu kendala dalam latihan adalah keterbatasan waktu yang dimiliki para pemain yang umumnya para pejabat dan tokoh masyarakat. Maklum, "Mereka kan punya kesibukan masing-masing," kata dia."Bumi Perdikan" berkisah tentang sebuah kerajaan Jayawikara. Di wilayah kerajaan itu, berdirilah sebuah padepokan Ambarbinangun yang menjunjung tinggi nilai keberagaman dan kebersamaan. Nilai pluralisme itu tergambar dari para penghuninya yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat, dari rakyat kebanyakan hingga para tokoh masyarakat. Tradisi memelihara nilai luhur itu mendadak terusik saat terjadi suksesi kepemimpinan di kerajaan. Penguasa baru kerajaan mengeluarkan satu kebijakan yang memberangus keberagaman itu.Nano mengatakan cerita itu rekaan semata. Hanya saja, dia menjelaskan, kisah itu terbangun dari inspirasi kehidupan sehari-hari yang berlangsung di Yogyakarta saat ini. Lantas, seperti apa akhir dari kisah itu? "Saya tidak bisa (jelaskan) itu," kata Nano mengelak. "Lihat saja nanti."
sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post